Saya akui, emang udah agak lama semenjak posting saya yang pertama. Sori...akhir2 ini emang super sibuk! But, recently saya sempet nonton film ini, soalnya keliatannya mayoritas orang lebih nge-'hype' buat nonton Thor:The Dark World yang ratingnya emang kebetulan tinggi di IMDB dan masang Chris Hemsworth yang hot sebagai tokoh utama, besides, Chloe Grace Moretz selama dua bulan terakhir jadi top three di chart IMDB, sementara film ini dibilang-bilang rendah oleh penggemar dari versi film aslinya yang dibuat tahun 1976 dan dibintangi Sissy Spacek & John Travolta.
Nah, daripada nonton film aslinya dan malah jadi judgemental, saya lebih memilih untuk baca novel aslinya karya Stephen King. Ternyata novelnya keren. Saya baca selama satu hari dan udah selesai (maniak banget)
Carrie secara garis besar berkisah tentang seorang remaja kelas 4 SMA (in case u didn't know, SMA di AS itu lamanya 4 tahun, yang berarti dia udah senior) bernama Carrieta White (Chloe Grace Moretz) yang selalu di bully di sekolah sepanjang hidupnya. Ditambah lagi, dia dibesarkan oleh seorang ibu bernama Margaret White (Julianne Moore) yang agak-agak psycho dan fanatik banget sama agama (nggak bermaksud memihak agama nih, semua agama itu baik, tapi kalo masalah ibu Carrie, itu beda lagi). Otomatis Carrie jadi anak yang bener-bener outcast, pendiem, dan dianggap aneh. Alasan kenapa Carrie dianggap outcast? di novel Stephen King dijelaskan ciri-ciri Carrie:
-Pendek
-Jerawatan
-Agak-agak gemuk
-Culun
-Punya ibu yang aneh
-Keluarganya tertutup
Oke, let's skip to the point.... yang menjadi permasalahan di sini adalah bahwa Carrie ternyata punya kemampuan telekinesis, yaitu kemampuan untuk menggerakan benda-benda tanpa menyentuhnya. Kalo di versi novelnya, kekuatan Carrie melebihi itu. Di novelnya Carrie juga bisa baca pikiran dan mempengaruhi pikiran orang lain, tapi di film kayaknya hal itu agak dilupakan, but never mind. Dan dengan kemampuan telekinesis itu, dia menghancurkan malam senior prom(pesta dansa senior) setelah di bully secara habis-habisan untuk terakhir kalinya oleh teman-teman sekolahnya. Malam prom yang harusnya indah, jadi penuh teror dan sadisme.
The thing that makes this movie interesting is:
First of all,waktu tahu bahwa Chloe Grace Moretz yang di-cast sebagai Carrie, saya agak ragu. soalnya, okay, dia bukan cewek tercantik di dunia, tapi Chloe emang beneran cantik. Dan untuk menempatkan dia di posisi sebagai Carrie, agak susah bayanginnya. Sebelum nonton filmnya, saya selalu jadi bayangin kayak semacam Ugly Betty tapi diperanin sama Keira Knightley. Nggak kebayang kan betapa buruknya jadinya?
Tapi walaupun gitu, Stephen King juga mendeskripsikan di bukunya bahwa Carrie itu sebenernya beneran cantik, tapi sayangnya karena tekanan hidupnya dia jadi kucel gitu. Secara karakterisasi, waktu nonton filmnya, ternyata Chloe Grace Moretz bisa bikin Carrie jadi bener-bener believable. Cuma satu hal yang mengganggu saya, yaitu bahwa dia sering banget mangap2 nggak jelas kayak Kristen Stewart di film ini. Tapi, berhubung Carrie itu agak freakish dan bego in a sort of way...saya duga itu cuma salah satu bagian dari penjiwaan karakter. Soalnya sejauh yg saya tahu Chloe nggak suka mangap2 gitu di film lain.
Nah, sedangkan secara fisik sendiri, saya menyadari bahwa Chloe ternyata agak punya ciri-ciri fisik yang kurang lebih kayak Carrie.-Chloe Grace Moretz itu pendek. (tingginya cuma 163, di AS itu termasuk pendek) Pemeran temen2nya di sekolah nggak ada yang lebih pendek dari dia.
-Chloe agak gemuk. Iya, ini bukan menghina, tapi Chloe nggak bisa dikategoriin sebagai salah satu cewek dengan tipe bodi yang kayak supermodel yang super proposional. Tapi dia tetep cantik sih.
-Bibir Chloe Grace Moretz (sangat) sensual. Di novel Stephen King, ada satu scene dimana Tommy perhatiin Carrie dari dekat dan dia sadar bahwa bibir Carrie itu 'nyaris' sensual. Sementara bibir Chloe Grace Moretz terbukti SANGAT sensual.
Walaupun karakter utamanya, yaitu Carrie diperankan dengan sangat bagus, bukan berarti Chloe Grace Moretz yang patut dipuji karena mencuri perhatian di film ini. Justru, surprisingly, yang menurut saya sangat appealing dari film ini adalah Julianne Moore, yang berperan sebagai ibu Carrie, Margaret White.
Julianne Moore is perfect!!! Dia bener2 nyeremin. Justru yang membawa atmosfir 'horor' dari film ini kayaknya adalah Julianne Moore sendiri. Nyaris di seluruh scene yang menunjukkan Margaret White, saya bener-bener tegang. Popcorn aja dari awal sampe akhir film tetep utuh. Julianne Moore berhasil memberikan gambaran nyata dan bikin kita menjiwai seseorang dengan masalah psikologis dan konfrontasi antara cinta terhadap anaknya dengan cinta fanatik delusional tentang Tuhan. Margaret White juga sering melukai diri sendiri, saya berasumsi untuk melampiaskan rasa bersalah atau ketika merajuk. Margaret suka menafsirkan sendiri makna dari alkitab, dan rasa sayangnya terhadap Carrie itu setengah-setengah. Di berbagai momen, dia menyiksa anaknya sendiri dan udah beberapa kali berusaha untuk membunuh anaknya. gila banget kan? Margaret menganggap anaknya sebagai iblis karena kekuatan telekinesisnya. Bahkan, waktu Carrie lahir pun Margaret sempat berniat untuk membunuhnya karena menganggapnya sebagai aib. Menurut Margaret, bersetubuh adalah dosa yang sangat besar, bahkan setelah menikah, karena itu adalah dosa dasar Adam dan Hawa. Hal ini dijelaskan dengan clear di novelnya, tapi filmnya lebih membuat kita berasumsi bahwa Carrie adalah anak haram karena Margaret benar-benar sering menyebutnya sebagai aib.
Film ini bukan film yang sempurna. Maka jangan dibanding-bandingin sama Gravity atau Avatar yang emang secara dasar berbudget SANGAT besar dan memiliki skrip yang sangat jenius. Tapi film ini juga bukan film yang jelek sama sekali. Bahkan saya jamin, minimal sepertiga dari orang2 yang memenuhi kursi bioskop waktu nonton film ini (waktu saya nonton, kursinya penuh lho) menganggap film ini sangat bagus.
Namun bila disuruh membandingkan dengan film horor lain, daripada Insidious (baik kesatu ataupun kedua) maupun The Conjuring, saya jauh lebih menyukai Carrie, walaupun ratingnya rendah. Kenapa? soalnya Carrie, walaupun bergenre horor, lebih berfokus pada menceritakan, menggambarkan,dan menjiwai sosok yang menimbulkan horor itu sendiri sehingga nggak ada kesan mainstream seperti film-film horor lain yang menimbulkan efek kaget dan menakut-nakuti. Namun tetap saja, dalam sebuah cara lain, Carrie benar-benar membuat saya ngeri. Ngeri, karena audiens akan memihak pada sosok yang menimbulkan teror dan membunuh orang-orang, dan audiens juga pasti merasa agak aneh karena dalam hati berkata 'syukurin!' waktu orang-orang yang menjahati Carrie dibunuh olehnya.
Hal yang saya kagumi dari film ini adalah atmosfer yang mampu ditimbulkan dalam momen-momen yang tegang, tenang,afeksionis,romantis, dan lain-lain. Momen-momen tegang selalu tergambar sempurna dalam setiap adegan Carrie dengan ibunya, begitu juga momen afeksionisnya. Karena di samping kekejaman dan ketegangan di antara Carrie dan Margaret, mereka berdua tetap akan kembali seperti ibu dan anak pada umumnya yang akan tiba-tiba berbaikan. Hal ini seharusnya terasa aneh bagi audiens, tapi kenyataannya tidak sama sekali. Justru kita semua bisa memahami momen-momen ini, dan menjiwainya karena dengan caranya sendiri, adegan-adegan ini agak menyamai kehidupan kita dalam keluarga.

Momen romatis terwujud pada saat Carrie dan Tommy Ross berada di prom (di momen ini kita pasti bersimpati pada Carrie dan merasa seneng karena Carrie merasa bahagia) dan momen-momen manusiawi yang sebenarnya kurang signifikan namun secara artistik terasa indah, seperti ketika Carrie mencari bahan untuk membuat gaunnya, atau ketika pelatih olahraganya menenangkan Carrie ketika ia menangis sendirian di ruang loker gym.
Salah satu hal yang patut dipuji tinggi dari film ini juga adalah chemistry yang mampu ditimbulkan Chloe Grace Moretz dan Julianne Moore yang creepy, agak aneh dan nggak biasa. Mereka adalah pasangan ibu dan anak yang nggak ideal, nggak tipikal, tapi di saat yang sama, pada beberapa titik, agak mengingatkan kita pada kehidupan sehari-hari dan hubungan antara ibu normal dan anak remajanya. Bedanya, Margaret White adalah orang yang depresif,abusif, dan suka menyakiti diri sendiri, sementara Carrie White adalah anak yang sebenarnya baik-baik saja, lugu,tulus dan hanya ingin menjadi remaja biasa.Rasa sayang Carrie terhadap ibunya juga keliatan banget, tapi di saat yang sama dia nggak suka kalau ibunya mulai mengungkit-ungkit tentang persepsi aneh mengenai keagamaan. Margaret dan Carrie sering banget nggak satu pikiran, mereka sering berdebat. Bedanya sama kehidupan kita sehari-hari, biasanya di akhir debat mereka, entah Margaret menyiksa Carrie atau Carrie menggunakan telekinesisnya untuk membungkam Margaret. Bahkan menurut saya, scene paling memorable dan epik dari film ini adalah final scene dari Margaret dan Carrie. Daripada ngasih spoiler, mendingan liat aja sendiri filmnya, hehehe...
Sedangkan scene yang membuat saya benar-benar kecewa adalah....PROM.
Bohong namanya kalau saya bilang bahwa adegan yang saya beri ekspektasi tinggi dalam menonton Carrie bukanlah adegan promnya. Adegan prom Carrie itu tuh udah kayak maskot filmnya, sebuah signature khusus yang nggak bisa dilupain. Tagline dari film originalnya aja bunyinya gini: "if you've got a taste of terror, TAKE CARRIE TO THE PROM." secara, berarti nggak salah kan kalo saya naro ekspektasi tingginya pada scene ini?? Tapi jujur aja, saya kecewa berat karena adegan promnya kesannya terlalu pendek. Ada bagian yang creepy sih (spoiler alert!) yaitu waktu Carrie nggencet seorang cowok pake bleachers-bleachers di gym sampe dia muntah darah gitu, dan ada bagian dimana beberapa orang kebakar karena kabel yang putus kena air. Tapi bagian dimana dua cewek kembar diinjek-injek orang kayaknya kurang bloody deh. Dan bagian dimana Carrie berlutut di samping jasad Tommy, saya tahu sutradaranya pengen adegan itu jadi menegangkan dan menyedihkan, tapi adegannya terlalu singkat, jadinya malah kesannya kayak dicepet-cepetin. Satu lagi masalahnya adalah dengan continuity, yaitu, Carrie ngunci semua pintu di gym, tapi tiba-tiba dia terbang, kemudian tiba-tiba juga dia udah ada di luar gym. Gimana cara dia keluar??? wonk pintunya dikunci semua, sementara atap gym-nya nggak bolong... -_- Plus tiba-tiba dia udah nggak pake alas kaki. Kemana sepatunya/selopnya/high heelsnya/sendalnya lah paling nggak?
Nah, bagian itu, karena agak cepet, bisa dimaafin deh. Tapi bagian yang nggak bisa saya tolerir dan bikin greget adalah Chris dan Billy yang menjadi otak inti dari rencana nge-bully Carrie di malem prom. kenapa setelah mereka numpahin darah babi di atas kepala Carrie, mereka langsung kabur karena mereka tahu bakal ditangkep polisi? emangnya polisi bakal tahu yang ngelakuin mereka? dan apakah mereka nggak ngerasa aneh ngeliat kenyataan bahwa Carrie secara magis tiba-tiba udah punya kekuatan telekinesis, ngangkat2 barang-barang kesana-kemari tanpa bertanya-tanya sama sekali? yang dilakuin Chris dan Billy adalah mereka ngebut naik mobil, setelah itu mereka puter balik ketika sadar bahwa jalan di depan mereka udah runtuh karena Carrie (dan mereka masih nggak merasa aneh kenapa jalan bisa tiba-tiba runtuh, Billy cuma bilang bahwa kota ini payah atau semacamnya.) Dan ngomong-ngomong, saya merasa aneh, karena orang-orang yang berada di jalan itu cuma anak-anak sekolah yang baru aja keluar dari gym setelah 'pembantaian di prom. dimana masyarakat yang lain? kita cuma liat beberapa mobil polisi dan ambulans sama pemadam kebakaran doang, ngak ada unit yang secara signifikan terlihat.
Di novelnya, malam prom itu benar-benar 'wow', karena Carrie membantai semua orang yang hadir, sampe gedung gym tempat prom berlangsung itu benar-benar kebakaran dan meledak, dan semua orang yang ada di dalamnya meninggal. Oleh karena ada ledakan besar itu, warga jadi penasaran dan pergi ke jalanan. sialnya, carrie langsung meninggalkan gedung gym dan pergi ke jalanan, merusak semuanya dengan cara bikin kebakaran. orang-orang di jalan juga jadi korbannya. dalam khayalan saya, itulah yang akan terjadi di filmnya, namun sayangnya, itu nggak terjadi sama sekali. oke, bagian pom bensin meledak emang ada, dan itu cukup keren juga, but it is not enough! Bahkan adegan ketika Chris dan Billy berhadapan dengan Carrie pun agak kurang masuk akal, karena waktu liat Carrie Chris cuma bilang :"Oh My God, That's Carrie.' dan setelah itu dia paksa Billy buat mempercepat mobilnya supaya mereka bisa tabrak Carrie. My question is...WHY? kenapa mereka merasa bahwa Carrie harus ditabrak? dan kenapa mereka nggak bertanya-tanya soal apapun?!?!Oke, di novelnya di jelasin bahwa Carrie ngasih kayak semacam sugesti orang-orang di seluruh kota untuk mengetahui nama dia dan tahu bahwa dia punya kekuatan itu, tapi karena di film nggak dijelaskan sama sekali, bukankah kesannya jadi agak janggal bahwa Chris tiba-tiba merasa Carrie harus dibunuh? But still, scene dimana Carrie bunuh Chris is really creepy and great. Juga agak bikin kita puas, yang bikin kita ngeri sendiri nyadarin bahwa kita suka ngeliat seseorang dibunuh. Dan sekali lagi...dimana penduduk kota yang lainnya???!?!?!?
Ada juga hal tambahan yang patut saya puji dari film ini. Saya kagum sama pemeran-pemeran lain yang namanya masih belum melambung di Hollywood. tapi akting mereka patut dikagumi. Yaitu pemeran Tommy Ross dan Sue Snell. Walaupun karakter mereka nggak punya banyak scene dan nggak terlalu ter-develop karena fokus cerita berpusat pada Carrie, tetep aja terbukti bahwa mereka berdua punya chemistry yang cukup bagus. Ditambah lagi, nggak bisa disangkal bahwa mereka berdua adalah dua orang paling good looking di film ini.
Sue Snell (Gabriella Wilde) dalam versi film agak berbeda sama versi novelnya, walaupun secara garis besar tetap sama. Dalam versi novel, Sue adalah seorang cewek populer, yang punya pacar yang ganteng dan sama2 populer. Sue digambarkan sebagai sosok yang munafik, dan di novelnya, alasan kenapa Sue berhenti ikut nge-bully Carrie adalah karena dia takut dihukum, bukan karena dia menyesal. Tapi mentang2 digoda sama Chris yang bilang bahwa Sue itu orang yang gampangan dan cuma berhenti nge-bully Carrie karena ada maunya, Sue akhirnya berusaha ngebuktiin bahwa itu salah, yaitu dengan cara membujuk Tommy Ross (Ansel Elgort), pacarnya, untuk ngajak Carrie ke prom, sedangkan Sue sendiri nggak berencana untuk pergi. Dalam novelnya sendiri, satu-satunya alasan Sue masih hidup sampai akhir adalah karena Sue nggak ada di gym di malam prom yang membawa malapetaka tersebut. Dan di novelnya, pada ending,Sue menemukan Carrie di jalanan dan membuktikan bahwa dia nggak berpatisipasi dan nggak tahu-menahu dalam bully yang terjadi di pesta dansa sama sekali. Sedangkan di filmnya, karakter Sue digambarkan sebagai seseorang dengan hati nurani yang bener2 kuat dan tulus. Dia digambarkan bener2 ngerasa bersalah setelah seumur hidupnya ikut mem-bully Carrie, dan dia merasa, untuk menebus hal itu, dia pengen ngasih Carrie sebuah malam yang bisa dikenang dalam hidupnya.Bagi cewek2 yang biasanya cuma nyari cowok ganteng dalam film dan nggak mau nonton film kalo nggak ada cowok gantengnya...well, here it is. Cowok ganteng dari Carrie, Tommy Ross. Tommy digambarkan sebagai karakter yang populer, tapi tulus dan down to earth. Nah, salah satu momen yang bikin film ini so sweet adalah waktu Tommy berusaha bikin malam prom jadi malam yang menyenangkan buat Carrie. Ada chemistry yang bener2 jelas di antara Chloe Grace Moretz dan Ansel Elgort, walaupun momen ini cuma berlangsung beberapa saat, karena setelah itu Tommy Ross sudah mencapai akhir hayat. Scene-scene romantis di antara mereka berhasil bikin kita agak yakin bahwa mereka mungkin saling suka. dari awal film kita emang udah sedikit-sedikit tahu bahwa Carrie suka Tommy, tapi pada waktu prom, lambat laun kita agak merasa dan berasumsi juga bahwa Tommy mulai suka sama Carrie. Dan adegan dansanya itu so sweet...banget. Bahkan mungkin bagi cowok2 yang nonton film ini, karena nggak berlebihan dan skrip yang ditulis cukup sederhana dan masuk akal.
Jadi, kesimpulannya, saya memberi nilai film ini 7/10. Definately worth at least a watch.
Penggemar film horor maupun bukan, setidaknya wajib nonton film ini minimal satu kali. Film horor ini membawa elemen baru, yakni bukan elemen sok nakut-nakutin dan bikin pengen tutup mata, tapi elemen simpati dan drama serta realitas di samping elemen fantasi tentang telekinesis. Aktingnya patut dikagumi, sudut kameranya bagus, skripnya agak lemah di beberapa bagian, tapi cuma sedikit karena ada adegan-adegan yang epik juga di sini. Prom night yang saya nilai buruk bukan berarti termasuk buruk bagi orang lain. Setidaknya kita masih bisa bersenang-senang dan menikmati grafis visual CGI canggih Hollywood dan merasa ngeri sendiri ngeliat teror yang disebabkan maupun dihadapi Carrie. Mau nggak mau, you will feel what she feels.





Tidak ada komentar:
Posting Komentar